Sunday, November 25, 2012

internet addiction

Adiksi atau kecanduan merupakan kondisi terikat pada kebiasaan yang sangat kuat dan tak mampu lepas dari keadaan itu. Seseorang yang kecanduan merasa terhukum apabila tak memenuhi hasrat kebiasaannya.
Kecanduan internet di antaranya terjerat games, akses situs porno, akses bermacam informasi, serta aplikasi lain. Pencandu tidak dapat mengontrol diri sehingga mengabaikan kegiatan lainnya. Umumnya, pencandu asyik sehingga lupa waktu, sekolah, pekerjaan, lingkungan sekitarnya, hingga kewajiban lain. Tak jarang pencandu berhari-hari tidur di warung internet.
”Itu terjadi karena yang bersangkutan memperoleh kesenangan, kenyamanan, dan keasyikan dari aplikasi internet yang diaksesnya,” kata Fawzia. Jika internet membantu seseorang menghilangkan stimulus tak menyenangkan yang dihadapinya, ia akan terus mengulanginya hingga kecanduan.
Tak heran bila sebagian besar pencandu internet adalah mereka yang memiliki kepercayaan diri rendah atau kekurangan lain. Pasalnya, mereka akan tetap eksis tanpa siapa pun (komunitas virtualnya) tahu siapa dirinya.
Praktisi psikiater anak Elijati D Rosadi SpKJ (K) mengatakan, hampir semua pasien yang dibawa kepadanya sudah masuk tahap kecanduan. Anak-anak itu memiliki kebiasaan berbohong atau kognitif yang lemah.
Pencandu yang dipicu konflik keluarga mengaku kepada komunitas virtualnya, ia tak butuh keluarga lagi.
Menurut pernyataan para psikiater yang hadir, tren pasien kecanduan internet pada anak terus meningkat cepat dalam dua tahun terakhir. Demikian diungkapkan psikiater anak RSCM, Ika Widyawati SpKJ (K), dan psikiater anak Rumah Sakit Jiwa Bandung, Lelly Resna SpKJ (K).
Menurut para psikiater anak, kecanduan itu dapat dicegah jika orangtua dan orang dewasa berperan aktif. ”Berikan pemahaman untung ruginya atau konsekuensi sesuai umur masing-masing. Internet terbukti sangat bermanfaat selama masih bisa kita kontrol,” kata psikiater Richard Budiman SpKJ, pengelola Sanatorium Dharmawangsa, tempat puluhan psikiater praktik.
Orangtua dan anak-anaknya pun bisa membuat kesepakatan bersama mengenai waktu dan lama mengakses internet. Situs dan jenis permainan yang diakses pun patut diketahui orangtua. Pembiaran hanya akan membuat kecanduan menjadi soal waktu.
Internet Addiction Dapat Menyebabkan Otak Menyusut.
Sebuah penelitian menyebutkan mereka yang terlalu lama di depan komputer untuk sekedar Berinternet ria ternyata menyebabkan otak menyusut. Ini biasanya di domilinisasi oleh para anak-anak. Penasaran mengapa Internet bisa menyebabkan otak menyusut ?
Menurut data dari China Youth Internet Association, penderita penyakit Internet Addiction Disorder (IAD) di China jumlahnya mencapai 14% atau sekitar 24 juta orang. Sebagian besar adalah remaja perkotaan.
Menurut seorang peneliti yaitu Kai Yuan dan Wei Qin dari Universitas Xidian, China, menyebutkan bahwa terlalu sering online dapat menyebabkan otak menyusut. Biasanya ini didomlisasi oleh anak-anak nah…. lo…h ini seklaigus peringatan untuk para orang tua selayaknya menjaga buah hatinya dari penyusutan otak. Jika seorang anak tidak dapat dikontrol ini berarti sudah ketahap ‘kecanduan internet’ laranglah anak-anak kita minimal internet-an tiga kali seminggu. Lalu ingatkanlah bahwa internet itu bukan saja hal yang wajib untuk dilakukan, tetapi masih banyak hal lainnya untuk dilakukan. Ajak anak anda untuk berkegiatan eskul atau les privasi ajak dia untuk menyibukan dirinya agar tak selalu di depan komputer.
Apa yang Membuat Internet Jadi Addictive?
Nah, seperti yang saya telah ditunjukkan di atas, penelitian ini adalah eksplorasi saat ini, sehingga anggapan seperti apa yang membuat internet sehingga “kecanduan” tidak lebih baik dari tebakan. Karena peneliti lain secara online telah membuat tebakan mereka dikenal, di sini adalah milikku.
Karena aspek Internet di mana orang-orang menghabiskan jumlah terbesar dari waktu online harus dilakukan dengan interaksi sosial, akan tampak bahwa sosialisasi adalah apa yang membuat internet sehingga “adiktif.” Itu benar – tua polos bergaul dengan orang lain dan berbicara dengan mereka. Apakah itu melalui e-mail, forum diskusi, chatting, atau game online (seperti MUD a), orang yang menghabiskan waktu ini bertukar informasi, dukungan, dan chit-chat dengan orang lain seperti mereka.
Apakah kita pernah ciri setiap waktu yang dihabiskan di dunia nyata dengan teman-teman “adiktif?” Tentu saja tidak. Remaja berbicara di telepon selama berjam-jam, dengan orang-orang yang mereka lihat sehari-hari! Apakah kita katakan mereka kecanduan telepon? Tentu saja tidak. Orang-orang kehilangan jam pada suatu waktu, tenggelam dalam sebuah buku, mengabaikan teman-teman dan keluarga, dan bahkan sering tidak mengangkat telepon saat berdering. Apakah kita katakan mereka kecanduan buku? Tentu saja tidak. Jika beberapa dokter dan peneliti sekarang akan mulai mendefinisikan kecanduan sebagai interaksi sosial, maka setiap hubungan yang nyata-dunia sosial yang saya miliki adalah salah satu yang adiktif.
Sosialisasi – berbicara – adalah sangat “adiktif” perilaku, jika mengacu pada kriteria yang sama untuk itu sebagai peneliti melihat kecanduan internet lakukan. Apakah fakta bahwa kita sekarang bersosialisasi dengan bantuan teknologi tertentu (bisa Anda katakan, “telepon”?) Mengubah proses dasar sosialisasi? Mungkin, sedikit. Tapi tidak begitu signifikan untuk menjamin gangguan. Memeriksa e-mail, sebagai klaim Greenfield, tidak sama dengan menarik pegangan slot-mesin. Salah satunya adalah perilaku mencari sosial, yang lain adalah pahala perilaku mencari. Mereka adalah dua hal yang sangat berbeda, karena setiap behavioris akan memberitahu Anda. Ini terlalu buruk para peneliti tidak dapat membuat diferensiasi ini, karena menunjukkan kurangnya signifikan pemahaman teori perilaku dasar.
Sumber:

http://www.untukku.com/artikel-untukku/kecanduan-%E2%80%9Cinternet%E2%80%9D-untukku.html
http://lintaszonabaca.blogspot.com/2011/06/kecanduan-internet-dapat-menyebabkan.html

No comments:

Post a Comment