Adiksi atau kecanduan merupakan kondisi terikat pada kebiasaan yang
sangat kuat dan tak mampu lepas dari keadaan itu. Seseorang yang
kecanduan merasa terhukum apabila tak memenuhi hasrat kebiasaannya.
Kecanduan internet di antaranya terjerat games, akses situs porno,
akses bermacam informasi, serta aplikasi lain. Pencandu tidak dapat
mengontrol diri sehingga mengabaikan kegiatan lainnya. Umumnya, pencandu
asyik sehingga lupa waktu, sekolah, pekerjaan, lingkungan sekitarnya,
hingga kewajiban lain. Tak jarang pencandu berhari-hari tidur di warung
internet.
”Itu terjadi karena yang bersangkutan memperoleh kesenangan,
kenyamanan, dan keasyikan dari aplikasi internet yang diaksesnya,” kata
Fawzia. Jika internet membantu seseorang menghilangkan stimulus tak
menyenangkan yang dihadapinya, ia akan terus mengulanginya hingga
kecanduan.
Tak heran bila sebagian besar pencandu internet adalah mereka yang
memiliki kepercayaan diri rendah atau kekurangan lain. Pasalnya, mereka
akan tetap eksis tanpa siapa pun (komunitas virtualnya) tahu siapa
dirinya.
Praktisi psikiater anak Elijati D Rosadi SpKJ (K) mengatakan, hampir
semua pasien yang dibawa kepadanya sudah masuk tahap kecanduan.
Anak-anak itu memiliki kebiasaan berbohong atau kognitif yang lemah.
Pencandu yang dipicu konflik keluarga mengaku kepada komunitas virtualnya, ia tak butuh keluarga lagi.
Menurut pernyataan para psikiater yang hadir, tren pasien kecanduan
internet pada anak terus meningkat cepat dalam dua tahun terakhir.
Demikian diungkapkan psikiater anak RSCM, Ika Widyawati SpKJ (K), dan
psikiater anak Rumah Sakit Jiwa Bandung, Lelly Resna SpKJ (K).
Menurut para psikiater anak, kecanduan itu dapat dicegah jika
orangtua dan orang dewasa berperan aktif. ”Berikan pemahaman untung
ruginya atau konsekuensi sesuai umur masing-masing. Internet terbukti
sangat bermanfaat selama masih bisa kita kontrol,” kata psikiater
Richard Budiman SpKJ, pengelola Sanatorium Dharmawangsa, tempat puluhan
psikiater praktik.
Orangtua dan anak-anaknya pun bisa membuat kesepakatan bersama
mengenai waktu dan lama mengakses internet. Situs dan jenis permainan
yang diakses pun patut diketahui orangtua. Pembiaran hanya akan membuat
kecanduan menjadi soal waktu.
Internet Addiction Dapat Menyebabkan Otak Menyusut.
Sebuah penelitian menyebutkan mereka yang terlalu lama di depan
komputer untuk sekedar Berinternet ria ternyata menyebabkan otak
menyusut. Ini biasanya di domilinisasi oleh para anak-anak. Penasaran
mengapa Internet bisa menyebabkan otak menyusut ?
Menurut data dari China Youth Internet Association, penderita
penyakit Internet Addiction Disorder (IAD) di China jumlahnya mencapai
14% atau sekitar 24 juta orang. Sebagian besar adalah remaja perkotaan.
Menurut seorang peneliti yaitu Kai Yuan dan Wei Qin dari Universitas Xidian, China,
menyebutkan bahwa terlalu sering online dapat menyebabkan otak
menyusut. Biasanya ini didomlisasi oleh anak-anak nah…. lo…h ini seklaigus
peringatan untuk para orang tua selayaknya menjaga buah hatinya dari
penyusutan otak. Jika seorang anak tidak dapat dikontrol ini berarti
sudah ketahap ‘kecanduan internet’ laranglah anak-anak kita minimal
internet-an tiga kali seminggu. Lalu ingatkanlah bahwa internet itu
bukan saja hal yang wajib untuk dilakukan, tetapi masih banyak hal
lainnya untuk dilakukan. Ajak anak anda untuk berkegiatan eskul atau les
privasi ajak dia untuk menyibukan dirinya agar tak selalu di depan komputer.
Apa yang Membuat Internet Jadi Addictive?
Nah, seperti yang saya telah ditunjukkan di atas, penelitian ini
adalah eksplorasi saat ini, sehingga anggapan seperti apa yang membuat
internet sehingga “kecanduan” tidak lebih baik dari tebakan. Karena
peneliti lain secara online telah membuat tebakan mereka dikenal, di
sini adalah milikku.
Karena aspek Internet di mana orang-orang menghabiskan jumlah
terbesar dari waktu online harus dilakukan dengan interaksi sosial, akan
tampak bahwa sosialisasi adalah apa yang membuat internet sehingga
“adiktif.” Itu benar – tua polos bergaul dengan orang lain dan berbicara
dengan mereka. Apakah itu melalui e-mail, forum diskusi, chatting, atau
game online (seperti MUD a), orang yang menghabiskan waktu ini bertukar
informasi, dukungan, dan chit-chat dengan orang lain seperti mereka.
Apakah kita pernah ciri setiap waktu yang dihabiskan di dunia nyata
dengan teman-teman “adiktif?” Tentu saja tidak. Remaja berbicara di
telepon selama berjam-jam, dengan orang-orang yang mereka lihat
sehari-hari! Apakah kita katakan mereka kecanduan telepon? Tentu saja
tidak. Orang-orang kehilangan jam pada suatu waktu, tenggelam dalam
sebuah buku, mengabaikan teman-teman dan keluarga, dan bahkan sering
tidak mengangkat telepon saat berdering. Apakah kita katakan mereka
kecanduan buku? Tentu saja tidak. Jika beberapa dokter dan peneliti
sekarang akan mulai mendefinisikan kecanduan sebagai interaksi sosial,
maka setiap hubungan yang nyata-dunia sosial yang saya miliki adalah
salah satu yang adiktif.
Sosialisasi – berbicara – adalah sangat “adiktif” perilaku, jika
mengacu pada kriteria yang sama untuk itu sebagai peneliti melihat
kecanduan internet lakukan. Apakah fakta bahwa kita sekarang
bersosialisasi dengan bantuan teknologi tertentu (bisa Anda katakan,
“telepon”?) Mengubah proses dasar sosialisasi? Mungkin, sedikit. Tapi
tidak begitu signifikan untuk menjamin gangguan. Memeriksa e-mail,
sebagai klaim Greenfield, tidak sama dengan menarik pegangan slot-mesin.
Salah satunya adalah perilaku mencari sosial, yang lain adalah pahala
perilaku mencari. Mereka adalah dua hal yang sangat berbeda, karena
setiap behavioris akan memberitahu Anda. Ini terlalu buruk para peneliti
tidak dapat membuat diferensiasi ini, karena menunjukkan kurangnya
signifikan pemahaman teori perilaku dasar.
Sumber:
http://www.untukku.com/artikel-untukku/kecanduan-%E2%80%9Cinternet%E2%80%9D-untukku.html
http://lintaszonabaca.blogspot.com/2011/06/kecanduan-internet-dapat-menyebabkan.html
No comments:
Post a Comment